JESUS LOVE CHILDREN

Minggu, 29 Maret 2009

PASKAH TAHUN 2009

PARA PENGUNJUNG SITUS KATOLIK ROMA.......
TAK TERASA KITA SUDAH MENGINJAK PEKAN PRAPASKAH KE-5.
DAN MINGGU DEPAN MERUPAKAN HARI RAYA MINGGU PALMA.
DIMANA KITA AKAN MEMPERINGATI TUHAN KITA YESUS KRISTUS YANG DIARAK, DIELU-ELUKAN KETIKA MEMASUKI KOTA SUCI YERUSALEM.
HENDAKNYA KITA MEMANDANG PERISTIWA INI SEBAGAI TITIK AWAL DARI KEMULIAAN YESUS KRISTUS YANG TELAH MERELAKAN NYAWANYA DEMI KESELAMATAN KITA SEMUA.....
HENDAKNYA KITA JUGA TERINGAT DENGAN SABDA YESUS YANG BERBUNYI :
"TIADA KASIH YANG LEBIH BESAR DARIPADA KASIH SEORANG YANG RELA MEMBERIKAN NYAWANYA
BAGI SAHABAT- SAHABATNYA"
JADI HENDAKNYA KITA MERENUNGKAN APA YANG TELAH DISABDAKAN TUHAN YESUS INI.
SAYA BERHARAP ANDA DAPAT MENGAMBIL SEBUAH PESAN DARI SABDA YANG SINGKAT INI.
SEBUAH SABDA YANG BISA MENGUBAH SABDA ANDA SECARA TOTAL DENGAN KATA LAIN BISA MEMBUAT HIDUP ANDA MENJADI JAUH LEBIH BAIK DARIPADA SEBELUMNYA, UNTUK MENYONGSONG KEHIDUPAN YANG KEKAL DAN ABADI DI SURGA.
BERSAMA TUHAN KITA YESUS KRISTUS...
YANG HIDUP DAN BERKUASA...
KINI DAN SEPANJANG MASA...
AMIN...
TUHAN MEMBERKATI KITA SEMUA...

Minggu, 01 Maret 2009

Katekese tentang Kebajikan Pokok
St. Yohanes Maria Vianney
Kebijaksanaan menunjukkan kepada kita apa yang paling berkenan bagi Allah, dan yang paling berguna bagi keselamatan jiwa kita. Patutlah kita senantiasa memilih yang paling sempurna. Dua perbuatan baik ada di depan kita untuk dilakukan, pertama untuk orang yang kita kasihi, dan yang lain untuk orang yang telah menyakiti kita; baik, hendaknyalah kita memberikan prioritas kepada yang terakhir. Tak ada ganjaran dalam berbuat baik apabila naluri membuat kita melakukannya. Seorang perempuan meminta St Athanasius mencarikan baginya seorang janda dari kalangan orang miskin untuk dirawat dan tinggal bersamanya. Selang beberapa waktu, ketika berjumpa dengan sang Uskup, perempuan itu mencelanya karena telah memperlakukannya dengan buruk, sebab janda yang dikirimkannya sungguh seorang yang amat baik dan karenanya tidak mendatangkan ganjaran surga; ia memohon Uskup untuk menggantinya dengan yang lain. St Athanasius memberinya yang terburuk dari yang dapat ia temukan; seorang pemarah dan penggerutu, yang tidak pernah puas akan apa yang telah dilakukan untuknya. Demikianlah hendaknya kita berlaku, sebab tidak ada ganjaran besar dalam berbuat kebajikan bagi mereka yang pantas mendapatkannya, yang bersyukur dan berterima kasih kepada kita.

Ada sebagian orang yang beranggapan bahwa mereka tidak pernah diperlakukan cukup baik; seolah mereka berhak atas semuanya. Mereka tidak pernah puas atas apa yang telah dilakukan bagi mereka: mereka membalas semua orang dengan sikap tak tahu terima kasih…. Baik! kepada merekalah hendaknya kita berikan prioritas untuk berbuat baik. Kita patut bijaksana dalam segala perbuatan kita dan tidak mencari kesenangan diri, melainkan apa yang paling berkenan bagi Allah yang baik.

Andai ada padamu uang yang hendak kau persembahkan dalam Misa; tetapi engkau melihat sebuah keluarga miskin yang malang, yang amat membutuhkan roti: adalah terlebih baik engkau memberikan uangmu kepada orang-orang malang itu, sebab Misa Kudus masih tetap akan dipersembahkan; imam tidak akan tidak mempersembahkan Misa Kudus; sementara orang-orang miskin ini mungkin mati kelaparan…. Mungkin engkau hendak berdoa kepada Allah yang baik, melewatkan sepanjang harimu di gereja; tetapi kemudian engkau pikir akan sangat berguna jika engkau pergi membantu orang-orang malang yang amat membutuhkan bantuan; hal ini akan jauh lebih berkenan bagi Tuhan daripada engkau melewatkan sepanjang harimu di depan tabernakel.

Penguasaan diri adalah kebajikan pokok lainnya: kita dapat menguasai diri dalam penggunaan imaginasi kita, dengan tidak membiarkannya mengembara ke mana-mana seperti yang dikehendakinya; kita dapat menguasai mata kita, menguasai mulut kita - sebagian orang senantiasa bermulut manis; kita dapat menguasai telinga kita, tidak membiarkannya mendengarkan lagu-lagu dan pembicaraan-pembicaraan yang sia-sia; menguasai penciuman kita - sebagian orang membubuhkan minyak wangi sedemikian rupa hingga membuat pusing orang-orang sekitarnya; menguasai tangan - sebagian orang selalu campur tangan dalam hal-hal remeh sementara cuci tangan dalam apa yang menjadi tugas tanggung jawabnya…. Singkat kata, kita dapat mempraktekkan penguasaan diri dengan seluruh tubuh kita, mesin kita yang malang ini, dengan tidak membiarkannya berlari bagai seekor kuda tanpa kekang, melainkan senantiasa mengontrol dan mengendalikannya. Sebagian orang tenggelam di sana, di atas tempat tidur; mereka senang tidak tidur, agar dapat merasakan betapa nyaman hidup mereka. Para kudus tidaklah demikian. Aku tidak tahu bagaimana kita dapat pernah sampai ke tempat mereka berada…. Baik! jika kita diselamatkan, kita akan harus tinggal begitu lama dalam api penyucian, sementara para kudus akan terbang langsung menuju surga untuk berjumpa dengan Allah yang baik.

Seorang kudus besar, St Karolus Borromeus, mempunyai sebuah tempat tidur indah seorang kardinal dalam kamarnya. Tempat tidur ini dapat dilihat semua orang; tetapi, di samping itu, ia mempunyai satu tempat tidur lain yang tak dapat dilihat siapapun, terbuat dari kayu kasar; dan justru itulah yang ia pergunakan. Ia tidak pernah menghangatkan diri; ketika orang datang menemuinya, mereka mengatakan bahwa ia menempatkan diri sedemikian rupa agar tidak menikmati hangatnya api. Seperti itulah para kudus. Mereka hidup bagi surga, dan bukan bagi dunia; mereka semuanya surgawi; sementara kita semuanya duniawi. Oh, betapa aku menyukai matiraga-matiraga kecil yang tak terlihat siapapun, seperti bangun seperempat jam lebih awal, bangun sejenak tengah malam untuk berdoa! tetapi sebagian orang tidak memikirkan yang lain selain dari tidur. Suatu waktu adalah seorang rahib yang membangun bagi dirinya sendiri suatu istana kerajaan dalam sebuah lubang batang pohon oak; ia menempatkan duri-duri di dalamnya, dan ia mengikatkan tiga batu di kepala tempat tidurnya, sehingga apabila ia bangun atau berbalik, ia merasakan hantaman batu-batu atau tusukan duri-duri. Sementara kita, kita tidak memikirkan yang lain selain dari mendapatkan tempat tidur yang enak agar kita dapat tidur dengan nyaman.

Kita dapat menghindarkan diri dari rasa hangat; apabila kita duduk kurang nyaman, tidak perlulah kita berusaha mencari tempat yang lebih enak; apabila kita berjalan-jalan di kebun, kita dapat menghindarkan diri dari menyantap buah-buahan sedap yang kita ingini; dalam mempersiapkan makanan, kita tidak perlu melahap potongan-potongan kecil yang biasa menawarkan diri; kita dapat menjauhkan diri dari melihat sesuatu yang indah, yang menyenangkan mata, teristimewa di jalanan-jalanan kota besar. Ada seorang laki-laki yang terkadang datang ke sini. Ia mengenakan kacamata agar ia tak dapat melihat suatu pun.... Tetapi beberapa kepala selalu tanggap, beberapa pasang mata selalu menatap.... Apabila kita menyusuri jalanan, marilah kita melekatkan mata kita pada Tuhan kita yang memanggul Salib-Nya di hadapan kita; pada Santa Perawan Maria yang memandang kita; pada malaikat pelindung kita yang ada di samping kita. Betapa indah kehidupan batin ini! Kehidupan batin mempersatukan kita dengan Allah yang baik.... Sebab itu, apabila iblis melihat suatu jiwa berusaha mendapatkannya, iblis berupaya mengalihkannya dengan mengisi imaginasinya dengan ribuan khayalan. Seorang Kristiani yang baik tidak mendengar bujuk rayu itu; ia senantiasa maju di jalan kesempurnaan, bagai seekor ikan membenamkan diri ke kedalaman lautan.... Sementara kita, betapa malang! kita menyeret diri bagai seekor lintah dalam lumpur.

Ada dua orang kudus di padang gurun yang menyematkan duri-duri di sekujur pakaian mereka; dan kita tidak mencari yang lain selain dari kenyamanan! Meski demikian, kita merindukan surga; tetapi dengan segala kemewahan kita, tanpa satu pun penyangkalan diri. Tidak demikianlah laku para kudus. Mereka mencari segala cara untuk menyangkal diri, dan di tengah segala penderitaan, mereka mencicipi kemanisan yang tiada batas. Betapa bahagianya mereka yang mengasihi Allah yang baik! Mereka tak kehilangan satu kesempatan pun untuk berbuat kebajikan; orang-orang kikir menggunakan segala cara yang dapat mereka lakukan demi menghimpun harta mereka; mereka yang mengasihi Allah melakukan hal yang sama demi harta surgawi - mereka senantiasa menimbun. Kita akan terkejut pada Hari Penghakiman melihat jiwa-jiwa yang begitu kaya!

Sabtu, 28 Februari 2009

SANTO PELINDUNGKU

SANTO BENEDIKTUS


St. BenediktusSanto Benediktus dilahirkan pada tahun 480. Ia berasal dari keluarga Italia yang kaya. Hidupnya penuh dengan petualangan dan perbuatan-perbuatan hebat. Semasa kanak-kanak, ia dikirim ke Roma untuk belajar di sekolah rakyat. Tumbuh dewasa sebagai seorang pemuda, Benediktus merasa muak dengan gaya hidup korupsi para kafir di Roma. Benediktus meninggalkan kota Roma dan mencari suatu tempat terasing di mana ia dapat menyendiri bersama Tuhan. Ia menemukan tempat yang tepat, yaitu sebuah gua di gunung Subiako. Benediktus mengasingkan diri selama tiga tahun lamanya. Setan sering kali membujuknya untuk kembali ke rumahnya yang mewah dan kehidupannya yang nyaman di sana. Tetapi, Benediktus berhasil mengatasi godaan-godaan tersebut dengan doa dan mati raga. Suatu hari, iblis terus-menerus menggodanya dengan bayangan seorang perempuan cantik yang pernah dijumpainya di Roma. Iblis berusaha membujuknya untuk kembali ke kota mencari perempuan itu. Hampir saja Benediktus jatuh dalam pencobaan. Kemudian ia merasa sangat menyesal hingga menghempaskan dirinya dalam semak-semak dengan duri-duri yang panjang serta tajam. Ia berguling-guling di atas semak duri hingga seluruh tubuhnya penuh dengan goresan-goresan luka. Sejak saat itu, hidupnya mulai tenang. Ia tidak pernah merasakan godaan yang dahsyat seperti itu lagi.

Setelah tiga tahun, orang-orang mulai datang kepada Benediktus. Mereka ingin belajar bagaimana menjadi kudus. Ia menjadi pemimpin dari sejumlah pria yang mohon bantuannya. Tetapi, ketika Benediktus meminta mereka untuk melakukan mati raga, mereka menjadi marah. Bahkan para pria itu berusaha meracuninya. Benediktus membuat Tanda Salib di atas anggur beracun itu dan gelas anggur tiba-tiba pecah berkeping-keping.

Di kemudian hari, Benediktus menjadi pemimpin dari banyak rahib yang baik. Ia mendirikan dua belas biara. Kemudian ia pergi ke Monte Kasino di mana ia mendirikan biaranya yang paling terkenal. Di sanalah St. Benediktus menuliskan peraturan-peraturan Ordo Benediktin yang mengagumkan. Ia mengajar para rahibnya untuk berdoa dan bekerja dengan tekun. Terutama sekali, ia mengajarkan mereka untuk senantiasa rendah hati. Benediktus dan para rahibnya banyak menolong masyarakat sekitar pada masa itu. Mereka mengajari orang banyak itu membaca dan menulis, bercocok tanam dan aneka macam ketrampilan dalam berbagai lapangan pekerjaan.

St. Benediktus mampu melakukan hal-hal baik karena ia senantiasa berdoa. Ia wafat pada tanggal 21 Maret tahun 547. Pada tahun 1966, Paus Paulus VI menyatakan St. Benediktus sebagai santo pelindung Eropa. Pada tahun 1980, Paus Yohanes Paulus II menambahkan St. Sirilus dan St. Metodius sebagai santo pelindung Eropa bersama dengan St. Benediktus.

“Tempatkan Kristus di atas segala-galanya.” ~ Peraturan St. Benediktus

TUHAN YESUS KRISTUS

Yesus Kristus Sahabat Dalam Sakit

Yesus menyembuhkan

Umat Kristiani berpaling kepada Yesus Kristus, yang, seperti dikisahkan dalam Injil, menyembuhkan berbagai macam penyakit. “Ke manapun Ia pergi, ke desa-desa, ke kota-kota, atau ke kampung-kampung, orang meletakkan orang-orang sakit di pasar dan memohon kepada-Nya, supaya mereka diperkenankan hanya menjamah jumbai jubah-Nya saja. Dan semua orang yang menjamah-Nya menjadi sembuh” (Mrk 6:56).

Bukan hanya orang banyak datang kepada Yesus agar disembuhkan, melainkan juga Yesus datang mendapatkan mereka. “Aku akan datang menyembuhkannya,” kata Yesus kepada perwira Romawi yang mohon agar hambanya disembuhkan (Mat 8:7). Yesus bahkan menyembuhkan orang-orang yang tidak mengenal siapa Dia (Yoh 5:1-18).


Bagaimana Yesus Menyembuhkan?

Sebagian besar disembuhkan-Nya seketika itu juga. Terkadang hanya dengan sepatah kata saja, tetapi lebih sering disertai dengan suatu gerakan yang merupakan bagian dari penyembuhan. Ia menumpangkan tangan-Nya dengan lembut ke atas orang sakit. Ia memegang tangan ibu mertua Petrus yang sakit demam (Mat 8:15); Ia memasukkan jari-Nya ke dalam telinga orang tuli (Mrk 7:33); Ia menjamah mata orang buta (Mat 20:34). Kadang kala penyembuhan tidak terjadi seketika. Injil Markus, yang mengisahkan penyembuhan seorang buta, mengatakan bahwa Yesus harus meletakkan tangan-Nya dua kali pada mata orang buta itu sebelum akhirnya ia dapat melihat dengan jelas (Mrk 8:22). Tentu saja, Yesus memilih untuk menyembuhkan dengan datang kepada mereka yang sakit, bahkan mereka, misalnya para penderita kusta, yang dihindari orang banyak.


Pergilah dalam Damai

Mengapakah Yesus menyembuhkan? Sebab Ia hendak mengenyahkan ketidakberdayaan akibat sakit. Ia melihat orang yang ketakutan, larut dalam kesedihan, putus asa, mempertanyakan Tuhan, sebagai akibat dari keadaannya yang tidak berdaya. Penyakit mendatangkan sentuhan kematian pada kehidupan manusia. Dan Yesus datang untuk membawa kehidupan. Yesus menyembuhkan demi keselamatan orang lain, demi damai sejahtera mereka, bukan demi DiriNya Sendiri. Dengan demikian, seperti dikisahkan dengan jelas dalam kisah-kisah penyembuhan, Yesus tidak melihat suatu penyembuhan sebagai tuntas hingga mereka yang menderita itu kembali ke rumah mereka dan kembali kepada sanak saudara yang mereka kenal sebelumnya.


Alasan untuk Bersukacita

Orang-orang di jaman Yesus melihat kuasa penyembuhan-Nya sebagai suatu tanda bahwa Allah melawat umat-Nya, dan mereka bersukacita. Umat Kristiani sekarang percaya bahwa Kristus yang Bangkit masih terus melakukan karya penyembuhan dan memberkati dunia kita. Suatu kali, Yesus mengutus murid-murid-Nya untuk menyembuhkan orang-orang sakit dalam nama-Nya, “Lalu pergilah mereka … dan mengoles banyak orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan mereka” (Mrk 6:12-13). Sekarang pelayanan penyembuhan diberikan kepada setiap umat Kristiani dan merupakan tanda Gereja. Bagaimanakah pelayanan ini dilakukan pada masa sekarang? Dalam berbagai macam cara.

Dengan doa dan perayaan sakramen-sakramen.
Dengan merawat mereka yang sakit, seperti diajarkan Yesus, “ketika Aku sakit, kamu melawat Aku.”
Dengan mendukung segala upaya, baik medis maupun penelitian sosial, guna mengatasi beragam penyakit.
Dengan bekerja dalam suatu lembaga di mana perawatan kesehatan diberikan bagi siapa saja yang membutuhkannya.


Mari, Aku akan Memberi Kelegaan KepadaMu

Semasa hidup-Nya, Yesus menyembuhkan penyakit-penyakit jasmani seperti buta, tuli, beragam demam, dan orang banyak takjub akan apa yang dilakukan-Nya. Namun demikian, yang lebih penting dari penyembuhan jasmani ini adalah penyembuhan rohani manusia. Kepada seorang lumpuh yang dibawa kepada-Nya dalam sebuah tilam, Ia mengatakan, “Hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni!” dan Ia mengangkat beban rohaninya. Maria Magdalena, yang Ia sembuhkan, menurut Kitab Suci dirasuki oleh “tujuh roh jahat.” Mungkin segala sesuatu dalam dirinya tidak beres: jasmani, moral dan rohaninya kacau. Yesus menyentuh keseluruhan dirinya: jasmaninya, akal budinya, kenangannya, perasaannya, imaginasinya. Yang terutama, Ia menyentuh hatinya.

Sesungguhnya, daya kuasa penyembuhan Yesus yang paling penting dan mulia adalah kuasa untuk memperkuat rohani kita yang lemah. Dalam Kitab Suci kita melihat dengan jelas bahwa penyembuhan-penyembuhan fisik yang dilakukan oleh Yesus terbatas; Ia tidak menyembuhkan semua orang. Tetapi Ia hendak menyembuhkan hati setiap orang.

“Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu,” sabda Yesus. Inilah yang Ia janjikan kepada semua orang. Sebagian orang akan Ia sembuhkan, tetapi Ia akan memberi kelegaan kepada semua orang. Rahmat terpenting yang dianugerahkan Yesus, sang Penyembuh, adalah percaya, berharap dan melanjutkan hidup, apapun yang terjadi.

Jadi, kita datang kepada-Nya, mohon kesembuhan jasmani, ya, tetapi di atas segalanya, kita mohon kekuatan batin yang Yesus janjikan kepada kita.

PENANGGALAN LITURGI KATOLIK ROMA

Kalender liturgi Barat

Bulan Oktober dalam penanggalan liturgi Biara Abbotsbury. manuskrip abad ke-13 tersimpan di (British Library, Cotton MS Cleopatra B IX, folio 59r)

Kalender liturgi Kristiani Barat didasarkan atas siklus romawi atau Ritus Latin dari Gereja Katolik, termasuk kalender Lutheran, Anglikan, dan Protestan karena siklus tersebut sudah ada sebelum Reformasi Protestan.

Umumnya, masa-masa liturgi dalam Kekristenan Barat terdiri atas Adven, Natal, Masa Biasa (masa sesudah Epifani), Puasa atau Prapaskah, Paskah, dan Masa biasa (masa sesudah Pentakosta atau sesudah Hari Minggu Tritunggal Maha Kudus).

Adven

Dari kata Latin adventus, "kedatangan", masa pertama dalam tahun liturgi ini dimulai pada hari minggu ke-4 sebelum Natal dan berakhir pada malam Natal.

Sesungguhnya masa adven adalah masa untuk berpuasa, sebagai persiapan diri menjelang kedatangan Kristus. Meskipun sering dimaknai sebagai penantian akan kedatangan Kristus sebagai seorang bayi pada malam Natal, namun bacaan-bacaan Alkitab pada masa ini memuat tema eskatologi--penantian akan kedatangan Kristus pada akhir zaman, ketika "Serigala akan tinggal bersama domba dan macan tutul akan berbaring di samping kambing. Anak lembu dan anak singa akan makan rumput bersama-sama, dan seorang anak kecil akan menggiringnya" (Yesaya 11:6) dan ketika Allah telah "menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah" (Magnificat, Lukas 1:52)--khususnya pada paruh pertama masa tersebut.

Periode penantian ini kerap ditandai dengan Krans Adven, rangkaian dedaunan hijau berbentuk lingkaran dengan empat batang lilin. Meskipun maksud utama dari krans adven adalah sebagai penanda berjalannya waktu, banyak gereja memaknai tiap lilin dengan tema-tema khusus, seperti 'harapan', 'iman', 'suka-cita', dan 'kasih'.

Warna: Ungu, atau biru dalam beberapa tradisi. Pada hari Minggu ke-3 dalam masa Adven, yang juga disebut sebagai Hari Minggu Gaudete, di beberapa tempat digunakan warna merah muda.

Meskipun ritus Katolik Romawi menghapus "Gloria in Excelsis" dalam misa-misa selama masa adven (tidak seperti Misa untuk hari-hari raya), "Alleluia" tetap ada (ritus Katolik tradisional hanya ada Gradual tanpa "Alleluia", kecuali pada hari Minggu).

Natal

Masa Natal dimulai pada Malam Natal ([[24 Desember]) dan berakhir pada perayaan Epifani (6 Januari). Hari Natal sendiri jatuh pada tanggal 25 Desember.

Masa Natal dalam kalender Katolik Romawi berlanjut hingga Perayaan Pembaptisan Kristus, yang dalam kalender pra-Vatikan II ditetapkan pada tanggal 13 Januari.

Warna: Putih atau emas.


4 peristiwa utama Natal:

Kelahiran Yesus-25 Desember, Perayaan nama suci Yesus dan penghormatan kepada Maria-1 Januari, Perayaan Keluarga Kudus-Hari minggu ke-2 sesudah Natal, Perayaan Epifani-Hari Minggu ke-3 dalam masa Natal

Masa biasa ("Masa Sesudah Epifani" dan "Septuagesima")

Dalam Gereja Katoli Roma dan beberapa tradisi Protestan, Masa Biasa adalah minggu-minggu biasa yang tidak termasuk dalam suatu masa tertentu. Dalam masa ini terdapat 33 atau 34 Hari Minggu. Dalam Ritus Romawi modern, bagian pertama Masa Biasa dimulai dari hari sesudah Perayaan Pembaptisan Kristus sampai hari Selasa sebelum Hari Rabu Abu (permulaan Masa Prapaskah). Masa Biasa pertama ini memiliki 3 sampai 8 hari Minggu, tergantung tanggal Perayaan Paskah.

Istilah "Masa Biasa" menggantikan istilah "Masa Sesudah Epifani" dan "Septuagesima" (masa menjelang Prapaskah), yang masih digunakan oleh umat Katolik tradisional dan umat Katolik lain yang masih berpegang pada Misa kuno pra-Vatikan II yang dikenal sebagai Ritus Tridentina. Beberapa ritus Protestan juga menggunakan terminologi lama tersebut.

Dalam ritus Romawi yang lebih tua, masa sesudah Epifani dapat saja memiliki 1 sampai 6 hari Minggu, dengan masa Septuagesima yang lamanya 17-hari dimulai pada hari Minggu ke-9 sebelum Paskah dan berakhir pada hari Selasa sebelum hari Rabu Abu. Semua hari Minggu yang hilang sesudah Epifani dipindahkan ke masa sesudah Pentakosta dan dirayakan antara Hari minggu ke-23 dan Hari Minggu yang terakhir. Namun jika jumlah hari minggu dalam tahun tersebut tidak menutupi hari-hari Minggu pengganti tersebut, maka Hari Minggu jatuhnya bertepatan dengan Hari Minggu Septuagesima dirayakan pada hari sebelumnya (hari Sabtu); Dalam kasus tanggal Paskah jatuhnya sangat terlambat sehingga hanya ada 23 hari Minggu sesudah Pentakosta, Misa untuk hari Minggu ke-23 dirayakan pada hari sebelum hari Minggu terakhir sesudah Pentakosta.

Reformasi tahun 1962 merubah praktek tersebut dengan menghilangkan saja hari-hari minggu pengganti tersebut. Selama masa Septuagesima, diadopsi beberapa kebiasaan masa Prapaskah, termasuk penghapusan "Alleluia", dan "Gloria" pada hari-hari Minggu, vestimentumnya pun berwarna ungu.

Warna: Hijau.

Masa Prapaskah dan Masa Sengsara

Prapaskah adalah masa puasa utama dalam Gereja sebagai persiapan sebelum Paskah. Dimulai sejak hari Rabu Abu hingga berakhir pada hari Minggu Palma, di awal Pekan Suci. Masa puasa ini berlangsung selama 40 hari, terhitung mulai hari Rabu Abu sampai hari Minggu Palma. Selam empat puluh hari tersebut, madah Kemuliaan kepada Allah dan Alleluia tidak digunakan dalam Misa. "Kemuliaan dan Pujian" umumnya digunakan sebagai ganti Alleluia sedangkan Kemuliaan kepada Allah dihilangkan.

Sebelum reformasi 1970, dua pekan terakhir dari masa Prapaskah dalam Gereja Romawi dikenal sebagai Masa Sengsara. Selama masa ini Gloria Patri (Kemuliaan Kepada Bapa...) dihilangkan kecuali sesudah pendarasan Mazmur dalam ibadat harian, bacaan-bacaan mulai lebih berfokus pada Sengsara Kristus, dan, yang paling tampak adalah diselubunginya salib dan arca-arca dengan kain ungu. Hari Jumat sebelum Jumat Agung adalah hari peringatan Ke-7 Duka Bunda Maria. Jika hari peringatan St. Yusuf atau Anunsiasi jatuh dalam Pekan Suci, maka hari-hari tersebut dipindahkan ke pekan sesudah Paskah.

Warna: Ungu. Dalam beberapa tradisi, warna merah muda digunakan pada hari Minggu ke-4 dalam Masa Prapaskah, yang disebut Hari Minggu Laetare.

Trihari Suci terdiri atas:

  • Kamis Putih
    • peringatan Perjamuan Terakhir Kristus bersama murid-muridNya dalam ibadah atau Misa malam hari
    • beberapa Gereja juga melaksanakan upacara pembasuhan kaki
    • Sudah menjadi kebiasaan pada malam tersebut untuk melaksanakan ibadat Berjaga-jaga atau yang lazim dalam Gereja Katolik Indonesia disebut Tuguran, dimulai seusai Misa malam hari dan berlanjut hingga tengah malam (Kadang-kadang dilanjutkan hingga terbit fajar hari Jumat Agung, dan dilanjutkan dengan liturgi pagi hari)
    • Warna: Putih
  • Jumat Agung
    • peringatan Kesengsaraan Yesus Kristus
    • Dalam Gereja Katolik Roma, pada hari ini perayaan Misa digantikan dengan ibadat doa
    • Warna: Bervariasi: Tanpa warna, Merah, atau Hitam digunakan dalam tradisi-tradisi yang berlainan (kain-kain yang berwarna disingkirkan pada hari ini, warna liturgi hanya terlihat pada vestimentum)
    • Dalam Gereja Katolik Ritur Romawi dan Gereja Anglikan Tinggi, sebuah salib secara seremonial disingkapkan selubungnya (dan sebelum Vatikan II, salib-salib yang lain juga ditanggalkan selubungnya, tanpa upacara, sesudah ibadat Jumat Agung)
  • Sabtu Suci
    • memperingati hari di mana jenazah Kristus terbaring dalam Makam
    • dalam Gereja Katolik Ritus Romawi, Misa tidak dipersembahkan pada hari ini
    • Warna: Tidak ada
  • Malam Paskah
    • dilaksanakan sesudah matahari terbenam pada hari Sabtu Suci, atau sebelum fajar menyingsing pada hari Paskah, sebagai permulaan perayaan Kebangkitan Kristus.
      lihat pula Lilin Paskah
    • Warna: Putih, sering digunakan bersama warna emas.
    • Dalam Ritus Romawi pra-Vatikan II, selama madah "Gloria in Excelsis" dilantunkan dalam Misa tersebut, organ dan lonceng-lonceng dibunyikan setelah tidak dipergunakan selama 2 hari, serta arca-arca, yang diselubungi selama masa Sengsara, ditanggalkan selubungnya.

Paskah

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Paskah

Paskah adalah perayaan kebangkitan Yesus. Paskah jatuh pada tanggal yang berbeda tiap tahun, menurut sistem penanggalan berdasarkan kalender-bulan (untuk rinciannya lihat computus). Masa Paskah dimulai sejak Malam Paskah samapi Hari Minggu Pentakosta dalam kalender Katolik dan Protestan. Dalam kalender yang digunakan oleh umat Katolik tradisional, Masa Paskah berakhir pada hari ke-8 sesudah Pentakosta.

Dalam tradisi Katolik Romawi, selama 8 hari sesudah Hari Minggu Paskah, semua perayaan lain dilarang. Jika Paskah jatuh pada tanggal 25 April, litani panjang yang biasanya didoakan pada hari itu ditunda sampai hari Selasa berikutnya. Selama 50 hari Masa Paskah, Gloria dan Te Deum diucapkan tiap hari, bahkan hari-hari feria.

Hari Kamis Kenaikan,hari peringatan kembalinya Yesus ke surga setelah kebangkitanNya, adalah hari ke-40 setelah Paskah. Di beberapa temapt, perayaan ini dialihkan ke hari Minggu sesudahnya. Pentakosta adalah hari ke-50, dan hari peringatan diturunkannya Roh Kudus ke atas para rasul. Pentakosta secara umu dianggap sebagai hari jadi Gereja.

Warna: Putih atau Emas, kecuali pada hari Pentakosta. Di hari Pentakosta warna merahlah yang digunakan.

Masa Biasa ("Masa sesudah Pentakosta" dan "Masa Kerajaan")

Masa Biasa yang jatuh sesudah Masa Paskah, mulai Hari Minggu Pentakosta sampai Hari Sabtu sebelum Hari Minggu Pertama Masa Adven. Sebelum kalender liturgi Romawi direformasi pada Konsili Vatikan II, hari-hari Minggu pada masa ini disebut "Hari-hari Minggu sesudah Pentakosra" oleh umat Katolik Romawi; umat Ortodoks Timur dan beberapa umat protestan masih menggunakan istilah ini. Hari minggu pertama sesudah Pentakosta adalah Hari Minggu Tritunggal dalam dalam banyak tradisi hari Minggu terakhir dalam Masa Biasa adalah hari raya Kristus Raja.

Variasi-variasi selama masa ini mencakup:

  • Dalam kalender Katolik tradisional, Hari Kristus Raja jatuh pada hari Minggu terakhir pada Bulan Oktober bukannya Hari Minggu terakhir sebelum Adven.
  • Dalam tradisi katolik dan beberapa kalangan Anglikan, perayaan Corpus Christi dilaksanakan pada hari ke-11 setelah Pentakosta, namun kadangkala dialihkan ke hari Minggu sesudahnya.
  • Dalam tradisi Katolik, hari Jumat dalam minggu ke-3 sesudah Pentakosta adalah hari raya Hati Kudus Yesus.
  • Sebagian besar tradisi barat merayakan Hari Semua Orang Kudus pada tanggal 1 November atau pada hari Minggu sesudahnya. Warna liturgisnya adalah putih.
  • Beberapa tradisi meryakan Hari St. Mikhael (Michaelmas) pada tanggal 29 September.
  • Beberapa tradisi merayakan Hari St. Martinus (Martinmas) pada tanggal 11 November.
  • Dalam beberapa tradisi Protestan, khususnya yang erat terkait dengan tradisi Lutheran, Hari Minggu Reformasi dirayakan pada hari Minggu sebelum tanggal 31 Oktober, memperingati peristiwa dipakukannya 95 Tesis pada pintu Gereja Kastil di Wittenberg oleh Martin Luther. Warna liturgisnya adalah Merah, perlambang Roh Kudus yang terus-menerus bekerja membaharui Gereja.
  • Banyak tradisi menjadikan beberapa minggu dalam Masa Biasa sebagai masa untuk memusatkan perhatian pada kedatangan Kerajaan Allah (sehingga tahun liturgi menjadi satu siklus penuh dengan mendalami salah satu tema Adven sebelum memasuki masa Adven). Dalam Ritus Romawi, tiga hari Minggu terakhir Masa Biasa diisi tema eskatologi, meskipun hari-hari Minggu tersebut tetap dimaknai sebagai hari-hari Minggu Masa Biasa. Akan tetapi beberapa tradisi merubah maknanya dan kadang-kadang warna liturginya pula. Misalnya, Gereja Inggris menggunakan istilah "Hari-hari Minggu sebelum Adven" untuk menyebut ke-4 hari Minggu terakhir dalam Masa Biasa dan mengizinkan penggunaan vestimentum berwarna merah sebagai alternatif. Istilah "Masa Kerajaan" digunakan beberapa denominasi, di antaranya oleh Gereja Metodis Persatuan di USA dan Gereja Kristen - Sinode Santo Timotius. Dalam Gereja Lutheran - Sinode Missouri, periode ini dikenal sebagai "Periode Akhir Zaman," dan vestimentum merah dikenakan pada hari minggu pertama dan kedua.

Warna: Hijau

Maria Diangkat Ke Surga (Katolik Ritus Romawi)

Pada tanggal 15 Agustus, yakni tanggal yang sama dengan hari raya Tertidurnya Theotokos di Gereja Timur, umat Kristiani Barat merayakan peristiwa terangkatnya Maria secara badaniah ke surga. Hari raya ini boleh jadi adalah hari raya tertua dalam Gereja Kristen, yang dirayakan baik dalam Gereja Timur maupun Barat. Ajaran mengenai hari raya ini secara dogmatis ditetapkan pada tanggal 1 November 1950 oleh Paus Pius XII dalam Bula Kepausan Munificentissimus Deus.

Dalam tradisi Anglikan dan Lutheran, serta beberapa tradisi lain, tanggal 15 Agustus dirayakan sebagai hari peringatan St. Maria, Bunda Tuhan. Warna yang digunakan adalah putih.

INSPIRASI

Apakah Mengabaikan Misa itu Dosa Berat?
oleh: P. William P. Saunders *
Saya mengunjungi sanak-saudara sesudah Paskah; menyedihkan sekali mereka tidak ikut merayakan Misa. Saya pergi ke Misa dan mencoba mengingatkan mereka bahwa mengabaikan Misa merupakan dosa berat. Kata mereka, “Oh, itu kan dulu. Sekarang tidak ikut Misa bukan lagi dosa berat.” Bagaimana pendapat anda? Mohon penjelasan.
~ seorang pembaca dari Manassas

Daripada menjawab pertanyaan di atas hanya dari sudut pandang “mengabaikan Misa adalah dosa,” pertama-tama kita patut mengingat kembali akan pentingnya Perayaan Misa. Setiap hari Minggu, kita berkumpul bersama sebagai suatu Gereja dengan hati penuh sukacita untuk beribadat kepada Allah yang Mahakuasa. Kita mengenangkan dan menyatakan iman kita sekali lagi akan misteri keselamatan kita, yaitu bahwa Yesus Kristus, Putra Allah, sengsara, wafat dan bangkit pada hari ketiga demi keselamatan kita. Peristiwa-peristiwa Kamis Putih, Jumat Agung dan Minggu Paskah dirangkum sepenuhnya dan seluruhnya dalam Kurban Kudus Misa. Konstitusi tentang Liturgi Suci (Sacrosanctum Concilium) Konsili Vatikan II menegaskan, “Sebab melalui Liturgilah dalam Korban Ilahi Ekaristi, `terlaksanalah karya penebusan kita'. Liturgi merupakan upaya yang sangat membantu kaum beriman untuk dengan penghayatan mengungkapkan Misteri Kristus serta hakekat asli Gereja yang sejati.” (SC #2).

Di samping itu, dalam Perayaan Misa, setiap umat beriman Katolik diperkaya dengan rahmat yang berlimpah: Pertama, kita diberi santapan Sabda Tuhan - kebenaran Allah yang kekal, yang telah dinyatakan kepada kita dan ditulis di bawah ilham Roh Kudus. Kita kemudian menanggapi Sabda Tuhan dengan menyatakan Iman Katolik yang Kudus seperti yang diungkapkan dalam Syahadat Para Rasul, dengan mengatakan tidak saja AKU percaya “sebagai satu pribadi, melainkan aku percaya” sebagai bagian dari Gereja.

Kedua, jika kita berada dalam keadaan rahmat, maka kita beroleh kesempatan untuk menerima Kristus dalam Ekatisti Kudus. Dengan yakin kita percaya bahwa Kristus sungguh hadir dalam Ekaristi Kudus, dan kita sungguh menerima Tubuh-Nya, Darah-Nya, Jiwa-Nya dan Keallahan-Nya dalam Komuni Kudus. Tidak saja Ekaristi Kudus mempersatukan kita secara intim mesra dengan Kristus, tetapi juga mempersatukan kita dengan saudara-saudara kita di seluruh Gereja universal dalam satu persekutuan. Ekaristi Kudus sungguh suatu karunia yang luar biasa agung!

Dengan pemahaman ini, jangan seorang pun berpikir bahwa menghadiri Misa hanyalah untuk memenuhi kewajiban. Ikut ambil bagian dalam Perayaan Misa merupakan suatu hak istimewa, dan karenanya semua umat beriman Katolik sepatutnya rindu untuk ambil bagian di dalamnya. Yang ada di benak kita janganlah “Aku wajib melakukannya”; melainkan, selayaknya kita berpikir “Aku rindu melakukannya.”

Namun demikian, karena Perayaan Misa menawarkan karunia yang begitu berharga, menyediakan kelimpahan rahmat yang luar biasa, dan mempersatukan kita semua sebagai satu Gereja, kita sungguh mempunyai kewajiban kudus untuk ikut ambil bagian di dalamnya. Ingat bahwa perintah ketiga dalam Sepuluh Perintah Allah adalah, “Kuduskanlah hari Tuhan.” Bagi bangsa Yahudi, hari Sabat dalam Perjanjian Lama adalah hari Sabtu, sebagai tanda akan “hari istirahat” setelah penciptaan. Bagi umat Kristiani, kita selalu menguduskan hari Minggu, hari kebangkitan Tuhan. Sama seperti penciptaan dimulai pada hari pertama dalam minggu dengan perintah Tuhan, “Jadilah terang,” demikian juga Kristus, sang Terang yang datang untuk menghalau kegelapan dosa dan maut, bangkit dari antara orang mati pada hari pertama dalam minggu, sebagai tanda akan ciptaan yang baru.

Mengingat betapa agungnya Misa dan juga seturut teladan Perjanjian Lama yang dengan tepat diteruskan oleh Gereja, Kitab Hukum Kanonik (CIC # 1246) menetapkan, “Pada hari Minggu menurut tradisi apostolik dirayakan misteri paskah, maka harus dipertahankan sebagai hari raya wajib yang primordial di seluruh Gereja.” Lagipula, “Pada hari Minggu dan pada hari-hari raya wajib lainnya orang-orang beriman berkewajiban untuk ambil bagian dalam Misa.” (# 1247). Oleh sebab itu, Katekismus Gereja Katolik mengajarkan, “Barangsiapa melalaikan kewajiban ini dengan sengaja, melakukan dosa berat.” (# 2181). Baru-baru ini, Bapa Suci kita, Paus Yohanes Paulus II, mengulang kembali perintah gereja ini dalam surat apostoliknya Dies Domini (Menghormati dan Merayakan Hari Tuhan, # 47, 1998).

Tentu saja, ada situasi-situasi khusus di mana orang dibebaskan dari kewajiban merayakan Misa, misalnya, jika seseorang sakit, dalam keadaan gawat darurat, atau tidak dapat ikut serta dalam Misa tanpa menanggung suatu beban yang berat. Seorang imam dapat juga memberikan dispensasi kepada seseorang dari kewajiban merayakan Misa oleh karena suatu alasan yang serius. Misalnya, tak seorang pun, termasuk Tuhan sendiri, mewajibkan seseorang merayakan Misa padahal orang tersebut sakit parah hingga tak mungkin pergi menghadiri Misa; tak ada keutamaan yang dapat diperoleh dengan memperburuk kondisi kesehatannya sendiri, sekaligus menulari orang-orang lain dalam Gereja. Atau, dalam hal terjadi serangan badai, seseorang haruslah menimbang dengan bijaksana apakah ia dapat melakukan perjalanan dengan aman untuk merayakan Misa tanpa membahayakan dirinya sendiri sekaligus membahayakan nyawa orang lain. Ketika situasi-situasi sulit seperti itu terjadi, yang menghalangi seseorang merayakan Misa, maka orang tersebut wajib meluangkan waktu untuk berdoa, mendaraskan doa-doa dan membaca bacaan-bacaan Kitab Suci yang dibacakan pada hari itu, atau menyaksikan perayaan Misa di televisi dan setidak-tidaknya ikut ambil bagian dalam roh / semangat. Ingatlah bahwa ketika situasi-situasi sulit seperti di atas terjadi, orang tidaklah berdosa berat jika ia melewatkan Misa.

Dalam menimbang pertanyaan tersebut, orang haruslah merenungkan dengan sungguh akan betapa berharganya Misa dan Ekaristi Kudus. Setiap hari, umat beriman Katolik di Republik Rakyat Cina mengambil resiko kehilangan kesempatan dalam bidang pendidikan dan ekonomi, dan bahkan resiko kehilangan nyawa mereka sendiri agar dapat ikut ambil bagian dalam Misa. Di daerah-daerah misi, orang harus melakukan perjalanan bermil-mil jauhnya untuk merayakan Misa. Mereka rela mengambil resiko dan rela menanggung pengorbanan itu sebab mereka sungguh percaya akan Misa dan akan kehadiran Kristus dalam Ekaristi Kudus.

Ketika seseorang dengan sengaja mengabaikan Misa untuk pergi shopping, menyelesaikan pekerjaan, tidur beberapa jam lebih lama, menghadiri pesta atau acara ramah-tamah, atau berekreasi, orang tersebut mengijinkan sesuatu mengambil alih tempat Tuhan. Sesuatu itu menjadi lebih berharga daripada Ekaristi Kudus. Sayangnya, saya mengenal keluarga-keluarga yang dapat berjalan kaki saja ke Gereja, tetapi memilih untuk tidak ikut merayakan Misa; ironisnya, mereka menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah Katolik. Ya, perilaku demikian sungguh mencerminkan sikap acuh tak acuh terhadap Tuhan dan dengan demikian orang melakukan dosa berat.

Tuhan haruslah mendapat tempat utama dalam hidup kita. Pada hari Minggu, kewajiban utama kita adalah beribadat kepada Tuhan dalam Misa Kudus sebagai suatu gereja dan kita akan diperkaya dengan rahmat-Nya. The Didascalia, sebuah tulisan dari abad ketiga mendesak kita, “Tinggalkan segala sesuatu pada Hari Tuhan dan dengan saleh bergegaslah menuju pertemuan jemaatmu, sebab itulah ibadatmu kepada Tuhan. Jika tidak, alasan apakah yang dapat mereka sampaikan kepada Tuhan, mereka yang tidak berkumpul bersama pada Hari Tuhan untuk mendengarkan Sabda Kehidupan dan menerima Santapan Ilahi yang tak akan berakhir selamanya?” Ya, sungguh, alasan apakah yang dapat mereka sampaikan?